Rabu, 19 November 2008

MEMAKNAI KEBEBASAN

MEMAKNAI KEBEBASAN
DENGAN TIDAK MENAFIKKAN KEBEBASAN ORANG LAIN
Oleh: Nofia Fitri


Orang ramai-ramai bicara tentang ”Kebebasan”. Tentang kebebasan yang layak diterima, tentang kebebasan yang seharusnya diberikan, tentang kebebasan yang musti dimediasi, tentang kebebasan yang seharusnya tidak dihegemoni oleh golongan mayoritas, atau tentang kebebasan yang seharusnya juga dimiliki golongan minoritas. Sudah kabur rasanya makna kebebasan, jika semua orang memandang kebebasan menurut versinya. Ataukah kebebasan memang sesuatu yang relatif sifatnya, sehingga setiap orang dapat memaknai menurut pemahamannya. Apakah melihat Indonesia hari ini lantas kebebasan menjadi sesuatu hal yang diperdebatkan, atau diperebutkan, dibagi-bagikan, diperjuangkan, atau justru dinafikkan.
Inilah kehidupan ketika manusia mengambi tafsir kebebasan dalam frame berfikir yang sempit. Bagi banyak orang yang berbicara tentang kebebasan, tidakkah ideal jika membicarakan kebebasan orang lain dengan menanggalkan makna kebebasan dalam dirinya. Manusia sesungguhnya terbatas karena kebebasan yang ia miliki, manusia juga dapat bebas dengan keterbatasan yang diakibatkan dari orang lain. Disini saya ingin mengatakan kebebasan seorang sesungguhnya terbatas dengan kebebasan orang lain. Begitu juga sebaliknya, orang lain memiliki kebebasan yang terbatas karena kebebasan yang dimiliki seseorang. Lantas sudah bertemukah antara kebebasan seseorang dengan kebebasan orang lain.

Menyentuh wilayah hak, menyentuh wilayah yang paling pribadi sampai yang paling umum. Masyarakat Indonesia hari ini beramai-ramai berperang tentang terminologi makna kebebasan, saling tuntut. Wajah kita akan terus selamanya demikian, yang sesungguhnya tidak terbebaskan dari hasrat yang ingin bebas sendiri. Bagaimana kita mampu mengambil makna dari setiap kasus yang terjadi, dari setiap peristiwa yang mampu dikonsumsi melalui media setiap hari, dari setiap kejadian yang dekat kita temukan dalam kehidupan setiap hari. Tidakkah kebebasan yang diusung seseorang, atau ter-organize mematikan kebebasannya, dan kebebasan bagi yang lain.
Mungkin menjadi sifat manusia, meminta tanpa ingin memberi, selalu diberi tanpa pernah memberi, dan selalu ingin diberi, tanpa pernah ingin memberi. Beginikah wajah Indonesia hari ini. Sampai kapan kebebasan membunuh kebebasan itu sendiri, sampai kapan kebebasan tidak mampu membebaskan kebebasan yang sesungguhnya, sampai kapan akan terus terjadi perang kebebasan. Orang memerangi untuk kebebasan dan diperangi karena kebebasan, dan orang berperang untuk kebebasan.
Disinilah saya mengajak mari kita terima kebebasan dengan memberikan kebebasan orang lain, mari kita tuntut kebebasan itu dengan memberikan tuntutan orang lain akan kebebasannya, mari kita maknai kebebasan dengan tidak menafikan kebebasan orang lain. Disinilah dan saat inilah bangsa Indonesia sudah harus mulai berfikir untuk tidak selalu dan melulu mengharapkan kebebasan itu akan diberikan, dengan terus meminta, berikanlah kebebasan itu kepada orang lain, selayaknya kebebasan itu akan diberikan kepada kita.

Tidak ada komentar: