Rabu, 19 November 2008

BASIC INTELLECTUALS BUILDING

BASIC INTELLECTUALS BUILDING
Oleh: Nofia Fitri

Manusia diciptakan dengan rasa ingin tahu yang tak terpuaskan dan Tuhan YME memberikan alat-alat pemuasnya. Rasa ingin tahu manusia yang kemudian mendorong mereka menemukan sesuatu, memahami sesuatu, hingga menguasai sesuatu. Semua adalah ilmu, dan kemudian ilmu dapat direalisasikan dalam kehidupan nyata.
Khawarizmi adalah intelektual Muslim, seorang Matimatikawan ulung pertama yang hidup sekitar abad ke-19, Al Farabi seorang filosof Muslim paling terkemuka dan masyur. Ia terkenal sebagai komentator Aristoteles dan sebagai tokoh pertama dibidang logika. Socrates, Plato dan Aristoteles adalah pemikir-pemikir ulung dengan konsep filsafat dan kenegaran, mereka menjadi motor lahirnya pemikiran politik khususnya di Barat. Albert Einstein menciptakan rumus E=MC², dan mendapatkan hadiah Nobel. Ia adalah icon dunia Science abad ke-20. Al Afghany adalah pembaru Muslim yang namanya sangat termasyur di Barat, serta Imam Khomeini sangat disegani sahabat-sahabatnya dan ditakuti musuh-musuhnya karena keberhasilannya menciptakan revolusi terbesar sepanjang sejarah umat manusia. Kemudian siapakah yang tidak mungkin mengenal sosok filsuf dan pemikir intelektual Karl Marx -yang dari karyanya berkembang sebuah ideologi kokoh sebuah negara-, Che-Guevara, Soekarno hingga Tan Malaka.
Tidakah kita berpotensi menjadi seperti mereka, cerdas, memiliki intelektual tinggi hingga mampu melakukan terobosan di banyak bidang. Tentu saja jawabannya bisa, karena manusia diciptakan dengan kekuatan pikiran yang tidak terbatas.
☻OTAK SETIAP MANUSIA MEMPUNYAI POTENSI YANG SAMA DENGAN OTAK ALBERT EINSTEIN
(Kekuatan pikiran manusia yang tidak terbatas tersebut pertama-tama terletak pada otaknya)
Untuk memahami otak manusia, pertama-tama kita harus mengenal terlebih dahulu. Otak adalah masa protoplasma yang paling kompleks dan organ yang sangat berkembang, sehingga dapat dipelajari. Jika dirawat oleh tubuh yang sehat dan lingkungan yang menimbulkan rangsangan. Otak dapat berfungsi secara aktif dan reaktif selama lebih dari 100 tahun. Otak manusia terdiri atas tiga bagian, yaitu batang (Otak Reptil), sistem limbik (Otak Mamalia), dan neo-korteks. Karena bagian-bagian ini otak disebut juga otak triune (three in one).
Otak reptil adalah komponen sensor seperti insting mempertahankan hidup, dan dorongan reproduksi. Jika otak bagian ini dominan, manusia tidak dapat berfikir pada tingkat tinggi. Bagian mamalia, fungsinya bersifat emosional dan kognitif, diantaranya menyimpan perasaan, pengalaman, memori, kemampuan belajar, mengendalikan bioritme (pola tidur, lapar, haus, tekanan darah, detak jantung, gairah seksual dan metabolisme, sistem imun). Fungsi inilah yang menjelaskan mengapa kenyataan bahwa bagian otak yang mengendalikan emosi juga yang mengendalikan semua fungsi tubuh. Menjelaskan mengapa emosi manusia dapat secara langsung mempengaruhi kesehatan. (Contoh: Orang putus cinta menjadi malas makan).
Bagian ketiga dari otak menaruh fungsi yang sangat dominan pada manusia, karena pada bagian inilah terdapat fungsi berfikir. Neokorteks membentuk 80% dari seluruh materi otak. Ditempat inilah dimana fungsi penalaran, berfikir intelektual, pembuatan keputusan, prilaku waras, kemampuan bahasa, kendali motor sadar hingga penciptaan gagasan (ide) terdapat. Pada bagian ini pula kecerdasan yang lebih tinggi, memungkinkan untuk berkembang. Yang dimaksud kecerdasan yang lebih tinggi ini adalah ’intuisi’. Intuisi adalah kemampuan untuk menerima atau menyadari informasi yang tidak dapat diterima oleh panca indra. Intuisi kerap dikenal sebagai super indra/indera keenam.
Disamping tiga bagian otak, pada otak yang dikenal pembagian otak kiri dan otak kanan, Yang dibedakan atas fungsinya. Otak kiri memiliki fungsi bersifat logis, sekuensial, linear, dan rasional, diantaranya ekspresi verbal, menulis, membaca, asosiasi, auditorial, menempatkan detail dan fakta, fonetik, serta simbolisme. Sementara otak kanan bersifat acak, intuitif, tidak teratur dan holistik diantara fungsi-fungsinya non-verbal (perasaan dan emosi), kesadaran spasial, pengenalan bentuk, dan pola, musik, seni, kepekaan warna, hingga kreatifitas dan visualisasi. Otak manusia mempunyai jutaan sel saraf (neuron) yang berinteraksi dengan sel-sel lain. Interaksi inilah yang menentukan kemampuan manusia untuk belajar.

(FISIOLOGI OTAK MANUSIA MEMPUNYAI SUSUNAN SARAF YANG SAMA BAHKAN DENGAN EINSTEIN DAN TOKOH-TOKOH INTELEKTUAL DI BERBAGAI BIDANG LAINNYA)

Otak adalah modal dasar manusia untuk mengembangkan kecerdasannya. Dengan kecerdasan manusia, sel dapat selalu mengalami peningkatan, Seperti yang telah disebutkan diatas jika dirawat dengan tubuh yang sehat dan lingkungan yang dapat memberikan rangsangan. Setelah memahami bahwa otak manusia adalah potensial untuk berkembang menuju kecerdasan tingkat tinggi, tentu manusia harus menggali potensi tersebut. Selain mewujudkannya melalui tubuh dan lingkungan yang sehat, manusia harus terus-menerus melatih otaknya.

Membangun potensi intelektual tentu saja harus dibarengi dengan pembangunan atas kekuatan emosional dan spiritual. Dengan kemampuan intelektual, emosional, dan spiritual manusia sudah membangun pondasi intelektualnya yang kemudian akan menjadikan manusia sebagai mahluk yang berada pada puncak kecerdasan.

I. Kecerdasan Intelektual (Intelectual Quotient= IQ)
Intelectual Quotient atau yang lebih dikenal dengan IQ menjadi isu besar pada awal abd ke-20. IQ adalah merupakan ukuran kemampuan seseorang dalam mengingat serta memecahkan persoaslan dengan menggunakan pertimbangan logis dan strategis.
Konsep tentang IQ pertama kali diperkenalkan oleh Willian Louis Stern (1871-1938), seorang tokoh pelopor psikologi modern keturunan Yahudi yang lahir diluar Jerman. Dasar teori dari konsep IQ adalah adanya perbedaan pada tiap-tiap orang dalam hal tingkat kecerdasannya. IQ dirumuskan sebagai perbandingan umur mental (mental age) seseorang terhadap umur kalendernya (calendar age atau chronological age). Hasil perbandingan itu dikalikan 100 untuk menghilangkan angka-angka dibelakang koma.

IQ = MA×100
CA
MA: Mental Age
CA: Calendar Age

2. Kecerdasan Emosional (Emosional Quotient= EQ)
Emotional Quotient popular ditahun 90-an, Dipopulerkan oleh Daniel Goleman, seorang neurosaintis dan psikolog. EQ membuat manusia mengerti perasaan orang lain, memberi rasa empaty, haru, motivasi, dan kemampuan untuk merespon secara tepat terhadap kebahagiaan dan kesedihan.

3. Kecerdasan Spritual (Spiritual Quotient= SQ)
Kecerdasan Spiritual popular pada awal 2000, melalui karaya DR. Ian Marsal dan Danah Zahar. SQ adalah kemampuan untuk meraih nilai-nilai pengalaman dan kenikmatan spiritual dalam kehidupan. SQ adalah intelligence yang bisa menampilkan sifat kreatif, memecahkan problem, makna hidup, dan menempatkan tindakan-tindakan pada meaning-giving context.

Di Indonesia banyak sekali ditawarkan metode-metode membangun SQ, seperti maraknya training-training SQ yang dapat diikuti siapa saja, bahkan di belahan dunia lainnya. Ada semacam kehausan spiritual pada masyarakat, sebagai akibat dari paradigma modernisme yang materialistis. Banyak ketidakpastian dalam hidup yang membuat manusia mesti bersandar pada sebuah nilai yang bisa memberikan pencerahan batin/insight (nilai yang mendamaikan hidup). Kecerdasan Spiritual memberikan nilai terhadap situasi –situasi yang mengatur situasi (allowed human to guide the situation).

☻MEMBANGUN KESEIMBANGAN KECERDASAN

”SPIRITUAL QUOTIENT IS THE NECESSARY FOUNDATION FOR THE EFFECTIVE FUNCTIONING OF BOTH IQ AND EQ”

Penyair Arab, seorang legendaris dunia, Kahlil Gibran dalam salah satu aforismenya, menyatakan:
”Dalam pendidikan kehidupan, pikiran berangsur secara bertahap dari percobaan-percoban ilmiah menuju teori-teori intelektual menuju perasaan spiritual dan kemudian sampai kepada Tuhan”

Bahkan Albert Einstein, mengungkapkan:
”Science without religion is lame, religion without Science is blind”

Sosok George W. Bush mengungkapkan alasan tersendiri dari penyerangannya ke Irak dan Afghanistan, Ia berkata:
”I am driven with a mission from God. God would tell me…George go and fight these terrorist in Afghanistan……and I did. And then God would tell me…George go and end the Tyranny in Iraq…….and I did”

Namun tentu saja Spiritual tidak selalu identik dengan agama, bagi banyak orang agama tidak hanya sebatas simbolisme identitas, melebihi sebuah pandangan hidup hingga pondasi yang membuat seseorang kokoh.

Tidak ada komentar: